Teman Cerita, setiap pembuka pasti ada penutup. Nah, sama juga halnya dengan perayaan tahun baru khas Tiongkok. Etnis Tionghoa membuka tahun baru Imlek dengan perayaan yang selalu meriah dan penuh suka cita. Memakai baju merah, menyantap kue keranjang khas Imlek, menonton barongsai, dan berbagi Angpau adalah beberapa tradisi yang dilakukan untuk memeriahkan perayaan pergantian tahun. Sebagai penutupnya, mereka merayakan Cap Go Meh. Perayaan ini memang tidak ada di kalender Masehi dan belum menjadi hari libur nasional, namun maknanya tidak kalah penting dengan perayaan imlek.
Cap Go Meh (十五冥) dirayakan pada hari kelima belas setelah perayaan Imlek. Biasanya perayaan dimulai dari pergi ke klenteng, lalu terdapat pertunjukan Barongsai, hingga menyalakan banyak lampion di malam hari. Di Indonesia terdapat tradisi unik dalam merayakan Cap Go Meh seperti menyantap Lontong Cap Go Meh, dan masih banyak lagi.
Parade Tatung: Bagian dari Cap Go Meh yang Penuh dengan Mistis

(Sumber: Indonesia Heritage, 2018)
Di Kota Singkawang, Kalimantan Barat terdapat satu tradisi unik yang hanya muncul pada saat perayaan Cap Go Meh. Namanya adalah Pawai Tatung atau Parade Tatung. Kata Tatung berasal dari dialek Hokkien yang memiliki makna media para roh leluhur.
Parade Tatung berarti pawai orang-orang yang dirasuki oleh roh-roh maupun dewa-dewi. Parade ini adalah arak-arakan para Tatung, lengkap dengan kostum dan aksesorisnya. Mereka akan berjalan dari kuil atau klenteng lalu mengitari kota Singkawang. Kostum yang dipakai biasanya menyerupai para prajurit kerajaan Tiongkok yang siap menyerang musuh.
Lalu apa hubungannya Cap Go Meh dengan para roh ini?

(Sumber: Antara, 2019)
Pawai Tatung yang hanya ada di Singkawang ini diperkirakan telah menjadi tradisi turun-temurun sejak kurang lebih dari 250 tahun yang lalu. Pada abad ke-18 Masehi, terjadi migrasi besar-besaran dari Tiongkok atas undangan penguasa lokal ke Singkawang. Mereka membutuhkan penambang dengan kuantitas yang sangat banyak untuk melakukan penambangan emas.
Mayoritas imigran Tionghoa ini berasal dari Fujian dan Guangdong yang berada di Tiongkok daratan bagian selatan. Sehingga Singkawang ramai oleh orang-orang migran Tiongkok. Populasinya diperkirakan mengalahkan jumlah penduduk Dayak maupun Melayu yang sudah lebih dulu mendiami daerah tersebut.
Berdasarkan legenda setempat, pada satu waktu pernah ada wabah yang melanda daerah tersebut. Masyarakat lokal percaya bahwa penyakit tersebut adalah hasil dari ulah para roh halus jahat yang mengganggu. Untuk mengusir penyakit tersebut, para imigran ini berinisiatif untuk melakukan ritual tolak bala sebagaimana ritual yang ada di tanah asal mereka.
Ritual ini tepat dilakukan 15 hari setelah perayaan Imlek dilaksanakan, yang mana bertepatan dengan hari perayaan Cap Go Meh. Ajaibnya, wabah tersebut hilang dan tidak mengganggu daerah tersebut lagi. Sejak saat itulah, perayaan Cap Go Meh di Singkawang dibarengi dengan ritual tolak bala yang kemudian kita kenal dengan Pawai Tatung. Tujuannya tentu saja agar Singkawang terbebas dari bala oleh roh jahat.
Tidak Dapat Diikuti oleh Sembarang Orang

(Sumber: Travel Pixelz, 2019)
Dalam parade Tatung, tidak semua orang dapat menjadi Tatung. Hal ini dikarenakan atas kepercayaan yang beredar di masyarakat Singkawang itu sendiri. Dalam penelitian Tiffany yang berjudul Eksistensi “Tatung” dalam Perayaan Festival Cap Go Meh Kota Singkawang, Kalimantan Barat menyebutkan bahwa Tatung adalah orang-orang yang spesial.
Nantinya selama parade berlangsung, orang-orang inilah yang akan menjadi media bagi roh baik untuk masuk sehingga ritual tolak bala bisa dilakukan. Dulu, orang-orang dapat menjadi Tatung karena kemampuan tersebut diturunkan secara turun temurun. Meski di zaman sekarang, orang biasa pun bisa mempelajari kemampuan menjadi Tatung.
Alasan lain tidak sembarang orang bisa menjadi Tatung karena mereka harus memiliki kemampuan batin yang kuat. Dalam masa trans atau di bawah alam sadar, biasanya para Tatung akan melakukan hal-hal yang ekstrim.
Hal-hal ekstrim tersebut ada bermacam-macam, seperti menusukkan bambu ke bibir, menginjak bara api atau beling, yang paling ekstrim adalah menusukkan tiang kipas angin melewati pipi dan bibir sembari berjalan mengitari kota. Sehingga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Pemerintah Daerah Singkawang mewajibkan para Tatung untuk mendapatkan ‘sertifikasi’ dari Dinas Agama di Singkawang.
Akulturasi Kebudayaan Tionghoa
Parade Tatung merupakan salah satu bentuk hasil akulturasi kebudayaan Tionghoa di Kalimantan Barat, khususnya di Singkawang. Parade ini resmi menjadi agenda tahunan Kota Singkawang saat momen Cap Go Meh tiba. Bahkan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia sudah memasukkan Parade Tatung dan Festival Cap Go Meh Singkawang ke dalam daftar destinasi dalam situs web Wonderful Indonesia.
Bagi Teman Cerita yang mau berkunjung langsung dan merasakan atmosfer kemeriahan acara, jangan lupa nabung, ya! Setelah pandemi berakhir, perayaan ini akan hadir kembali di setiap perayaan Cap Go Meh.
Selamat menabung untuk liburan ke Singkawang, ya!
Baca juga: Mari Melihat Pecinan di Bangka Selatan, Salah Satu Wisata Toboali yang Wajib Dikunjungi
Referensi:
Chan, Margaret. (2009). Chinese New Year in West Kalimantan: Ritual Theatre and Political Circus. Chinese Southern Diaspora Studies, 3, 106-142.
Tiffany, Tiffany. (2015). Eksistensi “Tatung” dalam Perayaan Festival Cap Go Meh Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Skripsi. Bandung: Universitas Kristen Maranatha