Ada satu kalimat Pramoedya Ananta Toer yang sangat terkenal “Menulislah maka engkau akan abadi”. Kalimat ini diamini oleh semua orang, khususnya para penulis. Meski penulisnya sudah tidak ada, tapi tulisannya akan tetap ada. Bukankah itu yang dimaksudkan abadi?
Jangankan tulisan yang usianya masih puluhan tahun, tulisan berusia ratusan tahun pun masih bisa dibaca hingga saat ini. Itulah keajaiban tulisan.
Bicara tentang tulisan dari ratusan tahun lalu, kebanyakan dari kita hanya ingat naskah kuno berbahan kulit atau serat kayu. Tapi, masih ada lagi tulisan lainnya, yaitu prasasti.
Benar, prasasti.
Prasasti: Pujian untuk Raja
Saat orang-orang ditanya apa itu prasasti, pasti yang terlintas adalah tulisan pada batu. Bayangan itu tidak salah, batu memang salah satu media tulisan yang sering dipakai di masa lalu.
Pada awalnya, kata prasasti berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Praśasti (प्रशस्ति) yang artinya “pujian”. Menurut Hasan Djafar dalam Historiografi Dalam Prasasti, prasasti adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh raja atau pejabat tertentu yang dipahatkan pada batu.
Menurut Sukendar dalam buku Metode Penelitian Arkeologi, prasasti adalah maklumat berisi perintah, pernyataan, pujian, atau putusan yang dikeluarkan oleh raja atau pejabat tertentu.
Secara umum prasasti merupakan piagam resmi atau maklumat yang dipahatkan pada batu, lembaran emas, arca, genta, kayu, dan bahan lainnya. Prasasti ditulis oleh citralekha atas perintah raja atau pejabat tertentu dengan struktur kaidah yang telah ditetapkan.
Prasasti biasanya memuat mengenai ketetapan daerah perdikan atau sīma, keputusan hukum atau jayapattra, penanggalan, nama raja, denda, hingga tentang utang piutang.
Fungsi Prasasti: Rekonstruksi Masa Lalu

Dari pengertian prasasti, kita tahu bahwa prasasti dibuat atas perintah raja dan isinya bisa bermacam-macam. Lalu, pertanyaan yang muncul adalah apa fungsi prasasti untuk masa kini?
Ada tiga fungsi utama prasasti. Pertama, merekonstruksi kehidupan masyarakat pada masa lalu. Kedua, menyusun kerangka kronologi sejarah, dan ketiga sebagai sumber penulisan sejarah atau historiografi.
1. Rekonstruksi Kehidupan Masyarakat
Rekonstruksi kehidupan masyarakat masa lalu didapatkan dari deskripsi keadaan masyarakat yang terpahat dalam prasasti. Dimulai dari keadaan ekonomi, struktur birokrasi, keadaan sosial, kehidupan beragama, dan status sosial masyarakat.
Jangan salah, dalam salah satu prasasti bahkan berisi mengenai putusan pengadilan mengenai petugas pemerintah yang salah menagih pajak. Hal ini dipahatkan dalam prasasti Wurudu Kidul dari 922 Masehi mengenai Sang Dhanadi yang merasa tidak terima karena ditagih pajak untuk orang asing yaitu orang Khmer.
Dia melapor ke pengadilan, kemudian satu per satu kerabatnya bersaksi bahwa dia memang asli orang Wurudu Kidul, dan bukan orang Khmer. Dari prasasti ini kita tahu bahwa pada masa lalu telah ada pengadilan, petugas penagih pajak, dan ada orang asing di Jawa.
2. Kronologi Penulisan Sejarah
Boechari dalam buku Melacak Sejarah Kuno Indonesia dari Prasasti menyebutkan bahwa unsur – unsur yang ada dalam prasasti dapat memberikan kerangka kronologi dalam penulisan sejarah. Dalam prasasti biasanya dituliskan penanggalan, nama raja dan pejabat kerajaan maka akan diketahui keterangan mengenai masa pemerintahan seorang raja. Tempat penemuan prasasti juga penting karena bisa menentukan luas wilayah kekuasaan raja tersebut.
Banyak prasasti yang didalamnya terdapat informasi tersebut. Misalnya, beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga selama sang raja berkuasa sangat merinci kejadian-kejadian atau momen penting mulai dari ia dinobatkan segala raja sampai ia lengser dari jabatan tersebut.
3. Sumber Penulisan Sejarah
Fungsi ketiga sebagai sumber penulisan sejarah. Dalam prasasti biasanya memuat peristiwa – peristiwa kesejarahan. Contohnya: Prasasti Siwagrha yang dikeluarkan oleh Raja Dyah Lokapala dari Kerajaan Mataram Kuno pada 856 Masehi dan Prasasti Kudadu yang dikeluarkan Raden Wijaya dari kerajaan Majapahit pada 1294 Masehi.
Prasasti Siwagrha merupakan prasasti yang menceritakan tentang sejarah pembangunan Candi Prambanan yang digadang sebagai kompleks candi yang megah dan indah dan ditujukan untuk Dewa Siwa.
Prasasti Kudadu berisi tentang penetapan Desa Kudadu menjadi daerah perdikan sebagai bentuk balas jasa Raden Wijaya kepada warga desa yang membantunya melarikan diri dari serangan Jayakatwang. Dari prasasti ini kita tahu ada dua peristiwa yang terjadi yaitu penetapan daerah perdikan dan perang dengan Jayakatwang.
Baca juga: Sejarah Candi Prambanan, Membangun Kembali dari Reruntuhan
Bahan Prasasti: Dari Batu hingga Emas

Jika kalian pernah berkunjung ke museum, pasti pernah melihat koleksi prasasti. Kebanyakan prasasti yang dipamerkan biasanya berbahan batu. Padahal ada banyak jenis bahan yang digunakan. Berikut lima bahan yang digunakan sebagai media prasasti, yaitu:
- Prasasti Batu atau Upala. Batu yang dipakai biasanya adalah batu andesit, kapur, pualam, dan basalt.
- Prasasti Logam atau Tamra dari tembaga dan perunggu.
- Prasasti Lontar atau Ripta Prasasti. Biasanya dituliskan di atas daun lontar atau daun tal.
- Prasasti berbahan tanah liat atau tablet. Biasanya berisi mantra – mantra agama Buddha.
- Prasasti Lembaran dari emas dan perak yang jumlahnya sangat sedikit
Dari kelima bahan di atas yang paling banyak digunakan adalah batu. Pemakaian batu sebagai media prasasti kemungkinan karena batu lebih mudah didapatkan dan lebih tahan lama.
Dari bahan, sekarang beralih ke bahasa dan aksara yang dipahatkan pada prasasti. Pada awalnya prasasti menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang berasal dari India.
Terjadi perkembangan aksara dari Pallawa ke Prenagari, Dewanagari, Jawa Kuno, Sunda Kuno, Bali Kuno dan lain – lain. Sedangkan bahasanya ada Jawa Kuno, Melayu Kuno, Sunda Kuno, Bali Kuno, dan lain – lain. Pada masa selanjutnya, aksara serta bahasa berkembang sesuai dengan wilayahnya masing – masing.
Yupa: Prasasti Pertama di Nusantara

Salah satu prasasti yang paling penting dan menjadi bukti awal masa sejarah Indonesia adalah Yupa. Yupa adalah prasasti yang dipahatkan pada tiang batu atau tugu dan dikeluarkan oleh Raja Mulawarman dari kerajaan Kutai, Kalimantan. Kerajaan ini merupakan kerajaan tertua di Indonesia yang eksis pada abad ke-4 Masehi.
Terdapat tujuh yupa yang ditemukan dan semuanya berbahan batu andesit, beraksara Pallawa Awal dan berbahasa Sanskerta. Salah satu yupa berisi mengenai silsilah Raja Mulawarman.
Dalam prasasti disebutkan bahwa Sri Maharaja Kundungga memiliki putra bernama Aswawarman yang memiliki tiga orang anak. Dari tiga putranya yang paling terkenal adalah Mulawarman.
Raja Mulawarman telah mengadakan selamatan yang dinamakan bahusuwarnnakam (emas amat banyak). Sebagai tanda peringatan acara tersebut tersebut, tugu batu (yupa) ini didirikan oleh para Brahmana.
Membaca Catatan Kehidupan Masa Lalu
Prasasti adalah salah satu sumber primer sejarah kuno Indonesia yang sangat penting untuk dipelajari. Membaca prasasti layaknya membaca catatan masa lalu. Dari prasasti ini kita bisa mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat masa lalu. Meski tidak semua tercatat dalam prasasti, setidaknya kita bisa mengintip sedikit kehidupan nenek moyang yang hidup ratusan tahun lalu.
Baca juga: Kenali Para Tokoh Peneliti Prasasti Indonesia
Referensi:
- Boechari. (2012). Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti: Tracing Ancient Indonesian History Through Inscription. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
- Djafar, Hasan. (1990). Historiografi Dalam Prasasti. Majalah Arkeologi, VI (1), 1990: hal 3-49
- Sukendar, Haris. (1999). Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.