prasasti-harinjing

Prasasti Harinjing dan Hari Jadi Kota Kediri

  • Published
  • Posted in Purbakala
  • 4 mins read

Pada artikel mengenai apa itu prasasti, kita sudah tahu bahwa fungsi prasasti untuk sumber dan kronologi penulisan sejarah. Kali ini skalacerita akan bercerita sedikit mengenai prasasti yang dijadikan sebagai dasar penentuan hari jadi suatu daerah. Prasasti tersebut adalah prasasti Harinjing yang angka tahunnya menjadi hari jadi Kediri.

Penasaran? Simak selengkapnya, ya..

Hari Jadi Kediri

Jika mendengar kata Kediri atau Kadiri, mungkin ada dua hal yang akan terlintas di kepala. Pertama, Kediri sebagai kota atau kabupaten. Kedua, Kadiri sebagai kerajaan Kadiri. Kedua hal tersebut tentu saja tidak salah dan saling berhubungan.

Kerajaan Kadiri yang eksis sejak abad ke-11 M tersebut berpusat di Dahanapura, yang saat ini menjadi bagian dari Kota Kediri. Sumber awal mengenai terbentuknya kerajaan Kadiri bisa kita telusuri dari prasasti yang dikeluarkan pada akhir masa pemerintahan Airlangga. Ia memutuskan untuk membagi dua kerajaan Mataram Kuno Jawa Timur menjadi Kerajaan Janggala dan Panjalu. Kerajaan Panjalu kita kenal sebagai kerajaan Kadiri.

Jika kerajaan Kadiri hadir di Nusantara ketika abad ke-11 Masehi, otomatis hari jadinya pun mengikuti pendirian kerajaan tersebut, bukan begitu?

Ternyata keberadaan Kadiri sudah ada sejak awal abad ke-9 Masehi. Hal ini terbukti dengan ditemukannya prasasti Harinjing A, B, dan C yang di dalamnya menyebutkan mengenai wilayah Kadiri.

Dalam prasasti Harinjing A bagian sisi belakang baris keenam belas dapat ditemui kalimat

“i śrī mahārāja mijil angkȇn cetra ka 3 i sang pamgat asing juru i kaḍiri ikang i wilang”

Kepada śrī mahārāja dikeluarkan [perintahnya] setiap Bulan Caitra [Maret-April] tanggal 3, kepada Sang Pemutus Perkara bernama Asing petugas di Kaḍiri, yang dari Wilang)

Penyebutan Kadiri dalam prasasti ini memberi kita informasi bahwa pada masa itu telah ada wilayah Kadiri, meskipun belum diketahui apakah wilayah tersebut merupakan pusat pemerintahan atau sebagai nama tempat.

Prasasti Harinjing A sendiri memiliki angka tahun 11 Suklapaksa bulan Caitra tahun 726 Saka atau 25 Maret 804 Masehi.  Sedangkan untuk angka tahun pada prasasti Harinjing B adalah 19 September 921 dan Harinjing C berangka tahun 7 Juni 1015 Masehi.

Penyebutan Kadiri pada prasasti Harinjing A, kemudian membuat pemerintah menetapkan 25 Maret 804 Masehi sebagai hari jadi Kadiri. Keputusan ini diresmikan dengan keluarnya Surat Keputusan Bupati Kepada Daerah Tingkat II Kediri tanggal 22 Januari 1985 nomor 82 tahun 1985 tentang hari jadi Kediri, yang pasal 1 berbunyi “Tanggal 25 Maret 804 Masehi ditetapkan menjadi Hari Jadi Kediri”.

Isi Prasasti Harinjing

Prasasti Harinjing atau yang dikenal juga sebagai Prasasti Sukabumi saat ini disimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris D. 173.

prasasti-harinjing
sumber: KITLV

Berita mengenai penemuan prasasti ini diketahui dari catatan Belanda yaitu Oudheidkundige Dienst atau Dinas Purbakala Masa Hindia-Belanda tahun 1916. Dalam catatan ini disebutkan bahwa prasasti Sukabumi yang berasal dari Distrik Pare, Kediri, Jawa Timur yang berangka tahun 706 berisi mengenai irigasi, pengairan, dan sebagainya.

Prasasti ini berbahasa dan beraksara Jawa Kuno dan menjadi prasasti Jawa Kuno tertua di Indonesia. Meskipun telah ada prasasti yang lebih tua yaitu prasasti Hamran berangka tahun 750 Masehi dan prasasti Dinoyo I berangka tahun 760 Masehi. Namun, kedua prasasti tersebut hanya menggunakan aksara Jawa Kuno sedangkan bahasanya adalah Sanskerta.

Pada bagian depan prasasti mengungkapkan bahwa pada 25 Maret 804 Masehi, daerah milik pendeta di Culangi yaitu Bhagawanta Bhari menjadi tanah sima atau perdikan. Hal ini disebabkan karena mereka telah berjasa membuat tanggul dan saluran air sungai di Harinjing. Upaya tersebut dilakukannya sebagai salah satu cara untuk menanggulangi banjir.

Pada 19 Oktober 921 Masehi, hak tanah sima ini dikuatkan kembali oleh Śrī Mahārāja Rake Layang Dyah Tulodong kepada keturunan dari Bhagawanta Bari. Kemudian, pada 7 Maret 927, Raja Dyah Tulodong memerintahkan agar keputusan raja mengenai sima yang dianugerahkan kepada keturunan dari Bhagawanta Bhari dipahatkan pada prasasti batu. Kemungkinan besar keputusan sebelumnya dituliskan pada prasasti lontar.

Teman cerita, itulah sedikit cerita mengenai prasasti Harinjing. Nah, kira-kira apakah dari kalian ada yang tahu tentang hari jadi suatu daerah yang didasarkan dari prasasti? Jika kalian tahu, share di kolom komentar, ya!