Rel gerigi adalah sebuah konstruksi rel tambahan pada lintasan kereta api yang berfungsi untuk membantu laju kereta di lintasan dengan kemiringan ekstrem. Teknologi ini pertama kali dikembangkan oleh konstruktir asal Swiss, yakni Niklaus Riggenbach pada tahun 1817-1899.
Pada akhir abad ke-19, Belanda mengadopsi konstruksi rel gerigi Riggenbach pada pembangunan jalur kereta api di Indonesia. Tercatat ada dua daerah dengan topografi berbukit yang menggunakan rel rancangan Riggenbach pada lintasan kereta apinya.
Baca Juga: Sejarah Perkeretaapian
Mengapa Perlu Rel Gerigi?
Penggunaan rel gerigi tidak terlepas dari kelemahan yang ada pada konstruksi roda dan rel kereta api secara umum. Konstruksi roda kereta dan rel tersusun atas material berbahan baja dengan permukaan yang halus.
Hal tersebut bertujuan untuk menghasilkan gaya gesek yang kecil antara roda dan rel agar kereta dapat meluncur dengan cepat. Sayangnya, konstruksi semacam itu memiliki kelemahan jika kereta melintasi jalur dengan kemiringan ekstrem.
Gaya gesek roda dan rel tidak cukup kuat untuk melawan gaya gravitasi yang menarik kereta ke arah yang berlawanan dengan arah laju. Besaran gaya gravitasi yang lebih besar daripada gaya gesek ini menyebabkan roda kereta slip (berputar di tempat)
Solusinya, perlu ada sistem tambahan yang membantu laju kereta pada lintasan, yaitu rel gerigi. Ada dua komponen utama yang menyusun sistem ini, yaitu rel tambahan berupa rel dengan rak besi berjarak teratur yang terletak di antara dua rel utama dan roda gigi yang kompatibel dengan rak besi pada rel gerigi, letaknya di as roda lokomotif.

Konstruksi rel bergerigi dengan Roda gigi pada lokomotif ini memiliki gaya gesek yang lebih besar ketimbang gaya gesek roda dan rel utama. Dengan begitu, tenaga yang dihasilkan oleh lokomotif kereta mampu melakukan gerak pindah melalui gaya gesek antara roda gigi dan rel tambahan tersebut.
Prinsip kerjanya mirip dengan prinsip kerja pada rantai motor. Roda gigi berputar dan melakukan gerak pindah di sepanjang rel. Gaya gesek yang besar pada sistem inilah yang membantu kereta tetap melaju di lintasan menanjak. Sebaliknya, jika kereta melintasi jalur menurun, rel bergerigi berfungsi sebagai hambatan agar kereta tidak meluncur secara cepat.
Penerapan Sistem Rel Gerigi di Indonesia
Indonesia patut berbangga hati dengan keberadaan rel gerigi pada jalur kereta apinya. Pasalnya, konstruksi rel tambahan ini hanya tersisa di tiga negara yang ada di dunia, dua di antaranya berada di Swiss dan India.
Penerapan konstruksi rel gerigi pada lintasan kereta api di Indonesia telah berlangsung sejak akhir abad ke 19. Hanya ada dua daerah di Indonesia yang memiliki jalur kereta api dengan konstruksi tambahan semacam ini, yaitu Sumatera Barat dan Ambarawa.
Baca Juga: Sejarah Lawang Sewu: Secuil Cerita Panjang Perkeretaapian
Jalur Padang Panjang-Kayu Tanam (Sumatera Barat)
Rel gerigi pada jalur kereta api di Sumatera Barat terdapat pada rute Padang Panjang-Kayu Tanam. Pembangunan lintasan kereta api pada rute ini selesai pada tahun 1894. Penerapan rel bergerigi pada rute ini adalah upaya untuk mengatasi kendala jalur kereta yang melintasi kawasan perbukitan terjal Lembah Anai.
Terdapat dua lintasan kereta api dengan rel gerigi pada rute ini. Pertama adalah lintasan yang menghubungkan stasiun Padang Panjang dengan stasiun Kandang Empat, panjang rel geriginya mencapai 12,7 km. Kedua, adalah lintasan yang menghubungkan stasiun Kandang Ampat dengan stasiun Batu Tabal, panjangnya mencapai 7,6 km.
Rute Ambarawa-Secang (Jawa Tengah)
Rute kereta api Ambarawa-Secang adalah jalur cabang dari megaproyek jalur kereta Semarang-Kedung Jati-Solo-Yogyakarta. Proyek ini berada di bawah kendali perusahaan kereta api Belanda NIS (Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij).
Pada proses pembangunnanya, rute kereta api Ambarawa-Secang menjadi rute yang mendapat perhatian lebih dalam megaproyek tersebut. Khusus pada rute Ambarawa-Secang, NIS menerapkan konstruksi rel tambahan yang begerigi pada lintasannya.
Rel gerigi pada rute tersebut terdapat pada lintasan penghubung stasiun Jambu dengan stasiun Gemawang dengan panjang lintasan 6,5 km. Lintasannya melewati daerah perbukitan terjal dengan kemiringan 65 derajat. Khusus untuk jalur ini, NIS membeli sebuah lokomotif canggih yang memiliki roda gigi, yakni lokomotif B25.
Rute kereta api Ambarawa-Secang mulai aktif beroperasi pada 1 Februari 1905. Sementara di masa sekarang, rute ini tidak lagi beroperasi sebagai sarana transportasi, melainkan dimanfaatkan sebagai jalur kereta api wisata dari Museum Kereta Api Ambarawa.